Oleh Robert Goodland dan Jeff Anhang
Setiap
kali mendiskusikan penyebab perubahan iklim, bahan bakar fosil menempati urutan
teratas. Minyak bumi, gas alam, dan terutama batu bara memang sumber utama
emisi karbon dioksida (CO2) dan gas-gas rumah kaca lainnya (GRK). Tetapi kami yakin bahwa
siklus kehidupan dan mata rantai pasokan hewan yang dipelihara sebagai makanan
telah sangat disepelekan sebagai sumber GRK, padahal kenyataannya industri
peternakan bertanggung jawab terhadap setidaknya setengah dari seluruh GRK yang
disebabkan oleh manusia. Jika argumen ini benar, berarti penggantian produk
peternakan dengan makanan alternatif yang lebih baik akan menjadi strategi
terbaik dalam membalik perubahan iklim. Kenyataannya, pendekatan ini memiliki
pengaruh yang lebih cepat untuk mengurangi emisi GRK dan tingkat konsentrasinya
di atmosfer – sehingga mengurangi laju
memanasnya iklim – dibandingkan dengan tindakan-tindakan untuk menggantikan
bahan bakar fosil dengan energi yang dapat diperbaharui.
Hewan
ternak telah dikenal sebagai penyumbang emisi GRK. “Bayangan Panjang Peternakan
(Livestock’s Long Shadow)”, laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
(FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar
7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18 persen emisi GRK
dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing,
unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat
jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara
untuk menangani perubahan iklim. Tetapi analisa kami memperlihatkan bahwa
peternakan dan hasil sampingnya sebenarnya bertanggung jawab atas setidaknya
32.564 juta metrik ton CO2e per tahun, atau 51 persen dari seluruh emisi GRK dunia setiap
tahun.
Ini
adalah pernyataan tegas yang memerlukan bukti kuat, maka kami meninjau kembali
secara menyeluruh sumber-sumber emisi GRK dari peternakan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagian dari hal ini sudah jelas tetapi ditaksir lebih
rendah, sebagian terlewatkan, dan sebagian adalah sumber emisi yang telah
dihitung tetapi ditempatkan pada sektor yang salah. Data peternakan sangat
beragam dari lokasi ke lokasi dan dipengaruhi oleh ketidak-akuratan yang tak
bisa dihindari; dan tidaklah mungkin untuk menghindari ketidak-akuratan dalam
memperkirakan jumlah GRK, sehingga kami berusaha keras mengurangi jumlah itu
agar perkiraan kami secara keseluruhan dapat diterima sebagai konservatif.
Gambaran Besar
Tabel di
sebelah kanan adalah ringkasan dari kategori-kategori emisi peternakan dan
perkiraan kami terhadap angkanya. Kami memulai dengan angka dari FAO 7.516 juta
ton CO2e per tahun yang
disebabkan oleh peternakan, sebuah angka yang didapat dengan menambahkan
keseluruhan GRK terkait dalam pembukaan lahan untuk menggembala dan menanam
pakan ternak, memelihara hewan ternak, pengolahan dan pengiriman produk jadi.
Perhitungan kami menunjukkan 25.048 juta ton CO2e yang disebabkan
peternakan telah dihitung lebih rendah dari kenyataan atau dilewatkan; dari
subtotal itu, 3.000 juta ton ditempatkan secara salah, dan 22.048 juta ton
semuanya tidak dihitung. Ketika jumlah ton yang tidak dihitung ditambahkan ke
dalam persediaan GRK global di atmosfer, persediaan itu meningkat dari 41.755
juta ton menjadi 63.803 juta ton. Laporan FAO sebesar 7.516 juta ton CO2e yang disebabkan
peternakan kemudian menurun dari 18 persen GRK dunia menjadi 11,8 persen.
Marilah melihat masing-masing kategori GRK yang tidak dihitung atau salah
penempatan:
Pernafasan. FAO meniadakan
pernafasan hewan ternak dari perkiraannya, dengan penjelasan berikut:
Pernafasan
dari hewan ternak bukanlah sumber CO2 bersih… Emisi dari pernafasan hewan
ternak adalah bagian dari sistem biologi yang cepat berubah, dimana tanaman yang
dikonsumsi terbuat dari proses pengubahan CO2 di atmosfer menjadi senyawa organik. Karena
jumlah yang dikeluarkan dan diserap dianggap sama, pernafasan hewan ternak
tidak dianggap sebagai sumber emisi yang bersih oleh Protokol Kyoto.
Sesungguhnya, karena sebagian karbon yang dikonsumsi disimpan dalam jaringan
hidup hewan yang bertumbuh itu, pertumbuhan kawanan ternak global bahkan bisa
dianggap sebagai penyimpan karbon. Tingkat persediaan biomasa peternakan
meningkat secara signifikan pada dekade terakhir… Pertumbuhan yang
terus-menerus ini… dapat dianggap sebagai proses penyimpanan karbon (perkiraan
kasar 1 atau 2 juta ton karbon per tahun).
Tetapi
ini adalah cara yang keliru dalam melihat perkara ini. Kita periksa kenyataan
penyimpanan karbon terlebih dulu: Penyimpanan karbon yang baik mengacu pada
penyaringan CO2 dari atmosfer dan menimbunnya di dalam tempat
penyimpanan atau dalam senyawa yang stabil sehingga ia tidak bisa lepas dalam
jangka waktu lama. Bahkan jika seseorang menganggap tubuh hewan ternak sebagai
penyimpan karbon, dari perkiraan FAO sendiri jumlah karbon yang tersimpan dalam
hewan ternak terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah yang disimpan pada hutan
yang dibabat untuk lahan menanam pakan ternak dan ladang merumput.
Lebih
jauh lagi, industri peternakan (seperti mobil) adalah penemuan manusia demi
kenyamanan, yang tidak ada pada zaman prasejarah manusia, dan molekul CO2 yang dihembuskan ternak sama tidak alaminya
seperti CO2 yang dikeluarkan dari pipa knalpot mobil.
Selain itu, meskipun dengan berjalannya waktu mungkin ada keseimbangan antara
jumlah CO2 yang dihembuskan hewan dengan jumlah yang
difotosintesiskan oleh tumbuhan, tapi keseimbangan tersebut tidak pernah
statis. Saat ini ada puluhan miliar hewan ternak lebih banyak yang menghembuskan
CO2 dibandingkan dengan zaman praindustri,
sementara kapasitas fotosintesis Bumi (kemampuan untuk menghilangkan karbon di
atmosfer dengan menyerapnya ke dalam tumbuhan) telah menurun tajam karena
penebangan hutan. (Sementara itu, tentu saja, kita juga menambahkan karbon ke
udara melalui pembakaran bahan bakar fosil, yang semakin memberatkan sistem
penyerapan karbon.)
FAO
menyatakan bahwa pernafasan hewan ternak tidak tercantum sebagai sumber GRK
yang diakui dalam Protokol Kyoto, meskipun kenyataannya, Protokol tersebut
mencantumkan CO2 tanpa pengecualian, dan “yang lainnya”
dimasukkan dalam kategori rupa-rupa. Agar jelas, ini seharusnya juga
dicantumkan secara terpisah dalam protokol apapun yang menggantikan Kyoto.
Memang
menggoda untuk mengeluarkan satu atau sumber emisi antropogenik (yang
dihasilkan oleh kegiatan manusia) lainnya dari perhitungan karbon – berdasarkan
kepentingan pribadi seseorang – dengan alasan bahwa hal tersebut diimbangi oleh
fotosintesis. Akan tetapi, jika mereka menganggap sah untuk menghitung
mobil-mobil yang digerakkan oleh bahan bakar fosil sebagai sumber GRK,
sementara ratusan juta orang tidak mengendarainya, maka sama sahnya untuk
memperhitungkan pernafasan hewan ternak. Ratusan juta manusia hanya sedikit
atau tidak mengonsumsi produk hewani, dan pernafasan ternak (tidak seperti
pernafasan manusia) tidak dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia. Dengan
mengeluarkan GRK yang disebabkan oleh pernafasan ternak dari neraca GRK, dapat
diperkirakan bahwa hal itu tidak dikelola dan jumlahnya akan meningkat –
seperti yang terjadi dalam kenyataan.
Karbon
dioksida dari pernafasan hewan bertanggung jawab atas 21% GRK antropogenik di
seluruh dunia, menurut perkiraan ahli fisika Inggris Alan Calverd pada tahun
2005. Dia tidak memberikan jumlah CO2, tapi ternyata ada sekitar 8.769 juta
ton. Calverd adalah satu-satunya pencetus awal perkiraan dalam bidang ini,
tetapi karena hanya melibatkan satu variabel (total berat seluruh hewan ternak,
karena semuanya kecuali ikan budidaya berdarah dingin, menghembuskan CO2 yang secara kasar berjumlah sama per
kilogramnya), seluruh kalkulasi CO2 dari pernafasan untuk berat tertentu pada
hewan ternak akan berkisar sama.
Perkiraan
Calverd tidak memperhitungkan fakta bahwa CO2 dari pernafasan hewan ternak dikesampingkan
dari persediaan GRK global. Juga tidak memperhitungkan GRK baru yang
diakibatkan oleh peternakan dalam analisis kami. Setelah menambahkan semua GRK
yang relevan bagi persediaan GRK global, persentase GRK yang diakibatkan
pernafasan peternakan turun dari 21 persen menjadi 13,7 persen.
Lahan. Sejalan dengan
berkurangnya luas padang rumput secara global, otomatis cara satu-satunya untuk
memproduksi lebih banyak hewan ternak dan pakannya adalah dengan membabat hutan
alami. Pertumbuhan pasar produk-produk hewan ternak paling banyak terjadi di
negara-negara berkembang dengan hutan hujan normalnya dapat menyimpan
setidaknya 200 ton karbon per hektar. Ketika hutan berubah menjadi padang
rumput, muatan karbon yang dapat disimpan per hektarnya berkurang menjadi 8 ton
saja.
Secara
rata-rata, setiap hektar padang rumput mendukung tak lebih dari seekor sapi,
yang kandungan karbonnya berkisar satu ton saja. Bandingkan dengan hutan yang
dapat menyerap lebih dari 200 ton karbon per hektar yang mungkin akan
dilepaskan dalam waktu singkat setelah hutan dan tumbuhan lain dipotong,
dibakar, atau dikunyah. Dari dalam tanah, per hektarnya ada 200 ton karbon
lainnya yang mungkin dilepaskan, yang bakal ditambah lagi dengan GRK lainnya
dari pernafasan dan kotoran hewan ternak. Jadi, hewan ternak dari jenis apapun
merupakan “celengan” karbon kecil yang memicu pelepasan “celengan” karbon luar
biasa besar yang tersimpan di dalam tanah dan hutan-hutan. Tetapi jika produksi
hewan ternak dan pakan ternak berhenti maka hutan seringkali akan meremajakan
dirinya kembali. Fokus utama dalam upaya-upaya untuk mengurangi GRK selama ini
adalah pengurangan emisi, tetapi hutan
yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi dampak GRK secara cepat dan murah
telah lenyap lebih dahulu.
FAO
menghitung emisi yang disebabkan peralihan penggunaan lahan terkait dengan
adanya hewan ternak, tapi nilai GRK yang dihitung dari perubahan itu setiap
tahunnya relatif kecil. Anehnya, mereka tidak menghitung jumlah yang jauh lebih
besar dari pengurangan penyerapan GRK tahunan karena telah hilangnya proses
fotosintesis, yang menempati 26 persen lahan di seluruh dunia untuk merumput
hewan ternak dan 33 persen lahan subur di seluruh dunia untuk menanam pakan
ternak, alih-alih menganggap lahan itu berkembang kembali menjadi hutan.
Membiarkan lahan tropis dalam jumlah besar yang dipakai untuk merumput hewan
ternak dan menanam pakan ternak, untuk kembali menjadi hutan bisa berpotensi
untuk menyerap sampai setengah (bahkan lebih) dari seluruh GRK antropogenik.
Penyebab utama hal ini tidak terjadi adalah karena upaya reboisasi tanah yang
telah digunakan untuk memelihara ternak dan bercocok tanam pakan ternak belum
menjadi prioritas; sebaliknya, produksi pakan ternak dan perluasan lahan untuk
merumput malah terus berkembang pesat merambah hutan.
Atau
misalkan tanah yang digunakan sebagai tempat merumput hewan ternak dan menanam
pakannya, digunakan sebagai lahan pertanian yang hasilnya dapat dimakan
langsung oleh manusia atau dijadikan biofuel (bahan bakar dari tanaman). Bahan
bakar ini dapat menggantikan setengah dari batu bara yang digunakan di seluruh
dunia, yang bertanggung jawab atas 3.340 juta ton emisi CO2e setiap tahunnya.
Jumlah tersebut mewakili 8 persen persediaan GRK seluruh dunia di luar tambahan
GRK yang dihitung dalam artikel ini, atau 5,6 persen GRK seluruh dunia jika GRK
yang dihitung di artikel ini dimasukkan. Jika jumlah biomasa dari pakan ternak
dipilih dan diproses dengan benar, maka biofuel dapat menghasilkan 80 persen
lebih sedikit GRK per unit energi dibandingkan batu bara. Oleh karena itu,
emisi ekstra yang dihasilkan karena penggunaan lahan untuk berternak dan
menanam pakan ternak bisa diperkirakan menjadi 2.672 juta ton CO2e, atau 4,2 persen
dari emisi GRK tahunan di seluruh dunia.
Mengingat
dua skenario yang masuk akal ini, paling tidak 4,2 persen GRK dunia seharusnya
dihitung sebagai emisi terkait lenyapnya pengurangan GRK karena penggunaan
lahan untuk merumput hewan ternak dan menanam makanannya.
Metana. Menurut data FAO, 37
persen metana yang dihasilkan oleh manusia berasal dari hewan ternak. Meskipun
efek pemanasan metana di atmosfer jauh lebih kuat daripada CO2, tetapi umur
paruhnya di atmosfer hanya sekitar 8 tahun, dibandingkan CO2 yang setidaknya selama 100 tahun. Sebagai
hasilnya, pengurangan pemeliharaan hewan ternak secara signifikan di seluruh
dunia akan mengurangi GRK secara lebih cepat dibandingkan dengan menerapkan
kebijakan dalam energi terbarukan dan efisiensi energi.
Kapasitas
GRK dalam menyerap panas di atmosfer disebut sebagai potensi pemanasan global /
global warming potential (GWP), dengan CO2 ditentukan mempunyai
potensi pemanasan 1 (GWP-nya = 1). Hitungan GWP terbaru yang secara luas telah
disepakati untuk metana adalah 25 dalam jangka waktu 100 tahun - tetapi
angkanya menjadi 72 jika menggunakan jangka waktu 20 tahun. Hal ini lebih cocok
karena dampak metana yang besar akan berkurang dalam jangka 20 tahun dan dampak
buruk perubahan iklim diperkirakan akan terjadi dalam jangka 20 tahun ke depan
jika tidak ada pengurangan GRK secara signifikan. Panel Antarpemerintah untuk
Perubahan Iklim juga mendukung penggunaan jangka waktu 20 tahun untuk metana.
FAO
memperkirakan peternakan menghasilkan sekitar 103 juta ton emisi metana di
tahun 2004 dari proses fermentasi di dalam pencernaan hewan dan pengelolaan
kotoran ternak, ini setara dengan 2.369 juta ton CO2e. Jumlah ini adalah
3,7 persen dari GRK dunia, nilai yang dipakai FAO dengan acuan GWP 23 yang
sudah kadaluwarsa. Jika menggunakan GWP 72, maka metana dari peternakan
bertanggung jawab terhadap 7.416 juta ton CO2e atau 11,6 persen GRK di seluruh dunia.
Jadi dengan menggunakan jangka waktu 20 tahun dan bukannya 100 tahun maka
kenaikan jumlah metana yang diakibatkan oleh produk-produk hewan ternak adalah
sebesar 5.047 juta ton CO2e atau 7,9 persen. (Perhitungan lebih jauh diperlukan untuk
menyesuaikan kembali emisi metana selain hasil emisi yang terkait dengan
produk-produk hewan ternak dengan mengunakan jangka waktu 20 tahun.)
Sumber-sumber
lainnya. Empat kategori tambahan dari GRK setidaknya berjumlah 5.560 ton
CO2e (8,7 persen emisi
GRK) yang telah diabaikan atau dihitung lebih kecil oleh FAO dan tidak dihitung
dalam total GRK di seluruh dunia saat ini:
Pertama, Bayangan
Panjang Peternakan mengutip data statistik FAO pada tahun 2002 sebagai
sumber utama untuk perhitungan 18 persennya. Dari tahun 2002 sampai 2009,
perkembangan produk hewan ternak di seluruh dunia telah naik 12 persen. Hal ini
tentunya menghasilkan kenaikan emisi GRK secara proporsional. Melalui
ekstrapolasi dari perkiraan FAO serta perkiraan kami, kami menghitung bahwa
kenaikan dalam produk hewan ternak dari tahun 2002 sampai 2009 bertanggung
jawab terhadap kira-kira 2.560 juta ton CO2e, atau 4,0 persen emisi GRK.
Kedua,
FAO dan yang lainnya telah mencatat sering terjadinya perhitungan yang lebih
kecil pada statistik resmi jumlah hewan ternak di pedesaan dan industri. Bayangan
Panjang Peternakan tidak hanya menggunakan faktor yang belum dikoreksi
dalam perhitungan itu, tetapi pada beberapa bagian ternyata menggunakan jumlah
yang lebih rendah daripada yang ada dalam statistik FAO dan lainnya. Sebagai
contoh, Bayangan Panjang Peternakan melaporkan bahwa ada 33,0 juta ton
unggas yang dihasilkan di seluruh dunia pada tahun 2002, sementara Gambaran
Makanan (Food Outlook) FAO pada bulan April 2003 melaporkan bahwa ada
72,9 juta ton unggas diproduksi di seluruh dunia pada tahun 2002. Laporan itu
juga menyatakan bahwa ada 21,7 miliar hewan ternak yang dipelihara di seluruh
dunia, sementara banyak organisasi non-pemerintah melaporkan bahwa ada sekitar
50 miliar hewan ternak dipelihara setiap tahunnya di awal tahun 2000-an. Jika
jumlah yang benar mendekati 50 miliar dan bukannya 21,7 miliar, maka persentase
GRK di seluruh dunia yang didasarkan atas statistik jumlah hewan ternak resmi
yang dihitung lebih kecil itu kemungkinan besar berada di atas 10 persen.
Ketiga,
FAO menggunakan kutipan tentang berbagai aspek GRK dari hewan ternak pada
tahun-tahun sebelumnya seperti tahun 1964, 1982, 1993, 1999, dan 2001.
Emisi-emisi saat ini pasti jauh lebih tinggi.
Keempat,
FAO menyebutkan Minnesota sebagai sumber data yang kaya. Tetapi jika data ini
disama-ratakan ke seluruh dunia maka mereka mengecilkan nilai-nilai yang
sebenarnya, karena kegiatan peternakan di Minnesota lebih efisien daripada
kegiatan peternakan di sebagian besar negara-negara berkembang yang sektor
peternakannya tumbuh paling cepat.
Terakhir,
kami percaya bahwa FAO telah mengabaikan beberapa emisi yang telah dihitung di
sektor lain di luar peternakan. Emisi-emisi ini berjumlah sedikitnya 3.000 juta
ton CO2e, atau 4,7 persen
emisi GRK di seluruh dunia.
Pertama,
FAO menyatakan bahwa “pembabatan hutan yang berhubungan dengan hewan ternak
seperti yang dilaporkan, contohnya oleh Argentina tidak dimasukkan” dalam
perhitungan GRKnya.
Kedua,
FAO mengabaikan peternakan ikan dari definisi hewan ternaknya sehingga gagal
untuk menghitung GRK dari siklus hidup dan rantai pasokan mereka. FAO juga
mengabaikan emisi-emisi GRK dari konstruksi dan operasi industri-industri di
lautan serta di daratan untuk menangani organisme laut yang diperuntukkan
memberi makan hewan ternak (sampai separuh dari tangkapan organisme laut
tahunan).
Terakhir,
FAO tidak menghitung jumlah GRK yang jumlahnya lebih tinggi pada masing-masing
tahapan untuk menghasilkan produk hewani dibandingkan produk nabati:
• Fluorokarbon (Diperlukan untuk mendinginkan
produk-produk hewani, jumlahnya jauh lebih banyak daripada produk nabati), yang
memiliki potensi pemanasan global sampai beberapa ribu kali lebih tinggi
daripada CO2.
• Memasak, yang biasanya memerlukan suhu yang
lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk memasak daging daripada produk
nabati, dan di negara berkembang mereka memakai banyak arang (dengan menebang
pohon sehingga mengurangi penyerapan karbon) dan minyak tanah. Masing-masing
menghasilkan jumlah GRK yang tinggi.
• Pembuangan kotoran cair ternak yang tak
terelakkan, juga limbah dari produk hewan ternak lainnya dalam bentuk tulang,
lemak, dan produk-produk rusak, yang semuanya menghasilkan GRK dalam jumlah
besar ketika dibuang di tempat pembuangan sampah, tempat pembakaran sampah, dan
saluran air.
• Produksi, distribusi, dan pembuangan produk-produk
sampingan seperti kulit, bulu, dan kemasannya.
• Produksi, distribusi, dan pembuangan kemasan
yang digunakan untuk produk-produk hewani, yang untuk alasan kesehatan
dibutuhkan lebih banyak daripada produk-produk nabati.
• Perawatan medis yang intensif karbon karena
jutaan kasus penyakit zoonosis (yang disebabkan oleh hewan) di seluruh dunia
(seperti flu burung) dan penyakit degenerasi kronis (seperti penyakit jantung
koroner, kanker, diabetes, dan hipertensi yang mengarah pada stroke) berhubungan
erat dengan konsumsi produk peternakan. Perhitungan GRK yang dihasilkan produk
peternakan secara menyeluruh harus memasukkan juga emisi untuk konstruksi dan
operasi industri-industri farmasi dan kesehatan yang digunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit ini.
Mitigasi
Ancaman
utama dari perubahan iklim adalah pertumbuhan populasi manusia, yang
diperkirakan sekitar 35 persen antara tahun 2006 hingga 2050. Dalam periode
yang sama, FAO memproyeksikan bahwa jumlah peternakan di seluruh dunia akan
meningkat dua kali lipat, sehingga emisi GRK terkait peternakan juga akan
meningkat kurang lebih dua kali lipat (atau meningkat sedikit lebih kecil bila
semua rekomendasi FAO diterapkan sepenuhnya), sementara secara luas diharapkan
bahwa GRK dari industri-industri lain akan turun. Hal ini akan menyebabkan
jumlah emisi terkait peternakan bahkan lebih tidak dapat diterima dibandingkan
tingkat saat ini yang sudah membahayakan. Hal ini juga berarti bahwa strategi
yang efektif harus melibatkan penggantian produk peternakan dengan alternatif
yang lebih baik, alih-alih hanya mengganti satu produk daging dengan produk
daging lainnya yang dianggap lebih rendah jejak karbonnya.
Teori,
keyakinan, dan bahkan kepentingan yang kuat telah dibangun di sekitar gagasan
untuk memperlambat perubahan iklim melalui energi terbarukan serta efisiensi
energi. Namun setelah perundingan iklim internasional bertahun-tahun dan
berbagai usaha praktis, hanya sedikit jumlah energi terbarukan serta efisiensi
energi yang sudah dikembangkan (bersama dengan lebih banyak prasarana energi
nuklir dan energi fosil). Emisi GRK terus meningkat sejak protokol Kyoto
ditandatangani pada tahun 1992 dan menyebabkan perubahan iklim semakin cepat.
Betapapun dikehendaki, bahkan kemajuan besar dalam mengganti energi yang tidak
terbarukan saja tidak bisa menggantikan peranan penting dari tindakan
mengurangi emisi GRK terkait peternakan.
Tindakan
untuk menghilangkan produk peternakan tidak hanya dapat mencapai pengurangan
GRK di atmosfer dengan cepat, namun juga bisa membalik krisis pangan dan air
yang sedang berlangsung di dunia. Seandainya rekomendasi yang dijabarkan di
bawah ini diikuti, setidaknya 25 persen pengurangan produk peternakan di
seluruh dunia dapat dicapai antara saat ini hingga tahun 2017, akhir periode
komitmen yang akan dibicarakan dalam konferensi iklim PBB di Kopenhagen pada
bulan Desember 2009. Hal ini akan menghasilkan paling tidak pengurangan 12,5
persen emisi GRK antropogenik global, yang sudah hampir mencapai pengurangan
seperti yang secara umum diharapkan untuk dinegosiasikan di Kopenhagen.
Karena
mendesaknya untuk memperlambat perubahan iklim, kami percaya bahwa merekomendasikan
perubahan kepada industri secara langsung akan lebih efektif dibandingkan
merekomendasikan pemerintah untuk mengubah kebijakan yang belum tentu bisa
menghasikan perubahan pada industri. Hal ini benar meskipun industri dan
investor biasanya berhasil jika tanggap terhadap konsumen serta pemegang saham
dalam jangka pendek, sementara iklim hanya dipandang sebagai risiko jangka
panjang.
Gas rumah
kaca yang berkaitan erat dengan peternakan dapat diatur oleh pemerintah dengan
mengenakan pajak karbon (walaupun ada tentangan dari industri peternakan),
dengan begitu para pemimpin dalam industri makanan dan para investor akan
mencari peluang lain dan pajak karbon dapat membantu mewujudkannya.
Kenyataannya, mereka mungkin akan mencari keuntungan dari peluang semacam ini
meskipun tidak ada pajak karbon, karena emisi GRK terkait peternakan adalah
risiko yang besar bagi industri makanan. Bencana iklim diramalkan akan lebih
besar mengancam pasar yang sudah ada, dan akibatnya akan lebih membahayakan
pasar yang sedang berkembang, di mana industri makanan diramalkan akan
mendapatkan pertumbuhan terbesarnya jika tidak ada bencana tersebut.
Peluang
Sebuah
perusahaan makanan setidaknya mempunyai tiga insentif untuk menanggapi risiko
dan peluang pada industri makanan secara umum. Insentif pertama adalah
perusahaan makanan telah rugi akibat bencana iklim, jadi kepentingan perusahaan
itu sendiri bisa dilindungi dengan memperlambat perubahan iklim. Di
daerah-daerah yang terlanda, bencana iklim bisa diperkirakan tidak hanya
mengurangi pasar industri makanan, tetapi juga merusak prasarana dan
kemampuannya untuk beroperasi. Sebagai contoh, semua resiko ini terjadi di
wilayah New Orleans pada tahun 2005 karena badai Katrina, ketika perusahaan
Whole Foods Market melaporkan kerugian sebesar US$16,5 juta pada tahun itu
karena toko-tokonya rusak dan tutup di wilayah New Orleans, tidak ada
penjualan, dan harus memperbaiki toko-toko yang rusak itu. Risiko seperti ini
akan diperburuk oleh bencana iklim ekstrem di kemudian hari, yang kejadiannya
dan kekuatannya diperkirakan akan meningkat di seluruh dunia.
Insentif
kedua muncul dari besarnya kemungkinan setelah krisis ekonomi saat ini selesai,
permintaan terhadap minyak akan naik ke tingkat yang tidak mungkin untuk
dipenuhi karena menurunnya produksi (fenomena “puncak minyak”). Harga minyak
bumi akan meningkat sangat tajam sehingga akan menghancurkan banyak bagian dari
ekonomi sekarang. Produk-produk hewani akan menderita pukulan tambahan karena
setiap gram biofuel dari hasil panen yang bisa diproduksi untuk menggantikan
bahan bakar konvensional kemungkinan besar akan diproduksi – dan dengan
demikian dialihkan dari peternakan – sebagai usaha untuk menghindari bencana.
Hal tersebut telah diperkirakan oleh mereka yang bergerak di sektor peternakan
dan sektor finansial karena fenomena “puncak minyak” dapat membawa kehancuran
pada sektor peternakan dalam beberapa tahun. Untuk menjadi pemenang pada
kompetisi dalam skenario tersebut adalah alasan lain bagi para pemimpin dalam
industri makanan agar secepatnya mulai menggantikan produk hewaninya dengan
alternatif yang lebih baik.
Insentif
ketiga yaitu sebuah perusahaan makanan dapat memproduksi dan memasarkan produk
alternatif pengganti produk hewani yang memiliki rasa serupa, tetapi lebih
mudah dimasak, lebih murah, dan lebih sehat, sehingga lebih baik daripada
produk hewani. Produk-produk alternatif ini dapat berupa daging sapi, babi dan
ayam dari kedelai dan seitan (gluten gandum); susu, keju dan es krim dari
kedelai dan beras.
Penjualan
produk-produk kedelai pengganti daging di Amerika Serikat saja telah mencapai
US$1,9 miliar pada tahun 2007, meningkat dari US$1,7 miliar pada tahun 2005,
menurut Asosiasi Makanan Kedelai Amerika Utara. Sebagai perbandingan, penjualan
produk daging di Amerika Serikat (termasuk unggas) mencapai $100 miliar pada
tahun 2007. Rasio 1,9 berbanding 100 ini menunjukkan banyak ruang untuk tumbuh
bagi penjualan produk pengganti daging dan susu. Produk pengganti daging dan
susu telah dijual di seluruh negara berkembang, dan seperti di Amerika Serikat,
penjualan telah meningkat pada tahun-tahun belakangan ini. Jadi, berbagai usaha
untuk meningkatkan penjualan produk-produk ini di negara berkembang tidak harus
menunggu usaha yang serupa sukses terlebih dulu di negara maju. Di seluruh
dunia, pasar untuk produk pengganti daging dan susu memiliki potensi hampir
sebesar pasar untuk produk hewan ternak.
Perusahaan
makanan organik skala besar mungkin melihat kesempatan-kesempatan ini sangat
menarik. Perusahaan seperti itu dapat membentuk anak perusahaan untuk menjual
produk pengganti daging dan susu, mungkin secara khusus. Mereka dapat secara
signifikan meningkatkan produksi dan penjualan produk pengganti dalam beberapa
tahun dengan biaya modal yang masuk akal dan pengembalian investasi yang
menarik. Dan karena produk pengganti daging dan susu diproduksi tanpa proses
intensif GRK yang digunakan dalam memelihara ternak – seperti emisi CO2 dan metana dari hewan, dan penggunaan lahan
untuk menanam pakan dan penggembalaan ternak – produk pengganti jelas
menghasilkan GRK yang jauh lebih sedikit daripada produk peternakan. Jadi,
pendapatan tambahan mungkin bisa diperoleh dari penjualan kredit karbon untuk
pengurangan emisi GRK yang diperoleh melalui produk pengganti dibandingkan
dengan produk ternak.
Produk
pengganti susah dibedakan dari daging dan produk susu ketika mereka dipotong,
dilapisi bubuk roti, diberi saus, dibumbui, atau proses yang lain, jadi berada
di antara strategi berisiko paling kecil bagi anak perusahaan untuk membangun
jaringan gerai makanan cepat saji yang menghidangkan burger kedelai, produk
ayam kedelai, sandwich yang dibuat dengan berbagai produk pengganti daging
dan/atau es krim kedelai. Jika jaringan ini berkembang dengan pesat, maka
perusahaan makanan lainnya akan tergoda untuk mengikuti pelopor itu.
Jika
produksi produk pengganti daging dan susu meningkat secara signifikan, maka
harganya akan turun – suatu keuntungan utama setidaknya selama resesi ekonomi
saat ini masih berlangsung di banyak negara. Selanjutnya akan terjadi penurunan
harga dari skala ekonomi dan peningkatan persaingan di antara para pembuat
produk pengganti, juga karena bahan baku utama untuk biodiesel adalah minyak
kedelai. Memenuhi perkiraan permintaan biodiesel yang jauh lebih tinggi akan
menghasilkan surplus makanan kedelai, yang tidak hanya merupakan produk
sampingan dari minyak kedelai, tetapi juga adalah bahan baku produk pengganti
daging dan susu. Kelebihan persediaan makanan kedelai bisa menurunkan harganya
secara signifikan.
Bagi
konsumen yang tidak suka makan produk pengganti daging dan susu, kacang polong
dan padi-padian berprotein tinggi telah tersedia sebagai alternatif. Pilihan
lainnya adalah daging buatan yang ditumbuhkan di laboratorium dari sel-sel
hewan ternak, kadang-kadang disebut daging “in vitro”. Beberapa percobaan telah
dilakukan dan sejumlah paten telah didaftarkan, tapi produksi dan kemungkinan
pemasarannya baru bisa dilakukan beberapa tahun lagi dan ini akan cukup lama
sebelum diketahui apakah daging in vitro bisa bersaing dengan produk pengganti
dalam hal harga dan rasa, serta dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan.
Pemasaran
Untuk
mencapai pertumbuhan yang dibahas di atas akan membutuhkan investasi yang
signifikan dalam pemasaran, terutama karena produk pengganti daging dan susu
merupakan hal baru bagi banyak konsumen. Kampanye yang sukses akan menghindari
tema negatif dan menekankan hal-hal yang positif. Misalnya, merekomendasikan
agar tidak makan daging satu hari setiap minggu berkesan mengurangi hak.
Alih-alih, kampanye sebaiknya menyuarakan tema makan selama seminggu dengan
berbagai makanan yang lezat, mudah disiapkan, dan memasukkan “makanan super”
seperti kedelai, yang akan memperkaya kehidupan mereka. Ketika orang mendengar
pesan menarik tentang makanan, mereka mendengarkan terutama pada kata-kata yang
menimbulkan kenyamanan, keakraban, kebahagiaan, kemudahan, kecepatan, harga
murah, dan popularitas. Karena itu, beberapa tema lain harus digunakan untuk
membangun kampanye pemasaran yang efektif:
Dengan
menggantikan produk ternak dengan produk pengganti, konsumen dapat mengambil
tindakan tunggal yang kuat secara kolektif untuk mengurangi sebagian besar GRK
di seluruh dunia. Pelabelan produk pengganti dengan sertifikat tentang berapa
jumlah GRK yang dihindari dapat memberikan keunggulan yang signifikan.
Produk
pengganti lebih murah, lebih hemat, lebih mudah dimasak, dan lebih sehat
daripada produk ternak.
Produk
pengganti daging dan susu dapat diposisikan sebagai produk yang jelas jauh
lebih unggul daripada produk ternak, sehingga menarik konsumen yang sama dan
mendorong pembelian produk-produk pengganti lainnya, seperti halnya Rolex
imitasi.
Di negara
berkembang, yang konsumsi daging dan susu per kapitanya lebih rendah daripada
di negara maju, konsumen sering menganggap daging dan produk susu sebagai
bagian dari pola makan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik, dan belum
diberitahu tentang dampak buruk dari makanan tersebut. Namun, produk pengganti
daging dan susu bahkan dapat memberikan hasil yang lebih baik, terutama jika
dipasarkan dengan maksud seperti ini.
Seperti
yang telah ditunjukkan oleh pengalaman bisnis hijau, target kampanye yang
paling tepat adalah aktivis lingkungan, dengan alasan bahwa mengonsumsi produk
pengganti daging dan susu adalah cara terbaik untuk melawan perubahan iklim.
Mereka diharapkan dapat menyebarkan pesan tersebut kepada orang lain, dan dapat
meminta agar produk pengganti dihidangkan pada pertemuan-pertemuan yang mereka
hadiri untuk menghindari GRK dan hal ini bisa menjadi publikasi yang baik.
Mungkin
anak-anak adalah sasaran yang paling mudah dipengaruhi dengan makanan baru dan
makanan cepat saji karena mereka cenderung untuk mengikuti iklan, memiliki
kebiasaan tertanam yang lebih sedikit daripada orang dewasa, dan sering mencari
tren baru. Orangtua sering ikut menyantap makanan cepat saji atau produk
makanan lain yang diminta oleh anak mereka. Pada saat yang sama, anak-anak
semakin banyak dididik mengenai perubahan iklim di sekolah dan mencari
aktivitas yang memungkinkan mereka melakukan eksperimen terhadap apa yang
mereka pelajari. Tetapi, mereka adalah target utama pemasaran produk ternak,
walaupun produk ini memiliki risiko iklim yang sangat tinggi. Untuk memperbaiki
hal ini, harus dipertimbangkan untuk mengubah standar yang dapat dipakai dalam
pemasaran kepada anak-anak. Dalam berbagai kegiatan, penjualan produk pengganti
daging dan susu kepada anak-anak seharusnya menjadi prioritas.
Sebagai
tambahan, perusahaan makanan dapat memasarkan produk pengganti daging dan susu
melalui kerja sama strategis dengan perusahaan lain. Mereka dapat bekerja sama
dengan sekolah, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah. Aktivis lingkungan
dengan keahlian terkait dapat diminta untuk melakukan pelacakan terus-menerus
dan menyeluruh terhadap GRK yang disebabkan oleh produk peternakan dan produk
pengganti. Politikus dan selebriti dapat dilibatkan untuk mempromosikan kepada
konsumen agar memilih alternatif dari produk peternakan.
Kami
merekomendasikan agar sewaktu penjual bahan makanan merencanakan peragaan dan
penetapan biaya penempatan (untuk penempatan rak yang menguntungkan), mereka
mempertimbangkan keuntungan dari meletakkan produk pengganti berdampingan
dengan daging dan produk susu. Hal ini membuat produk pengganti dapat terlihat
oleh banyak konsumen dan dengan demikian akan meningkatkan penjualan mereka.
Ini akan dapat memberikan hasil penjualan yang baik yang secara normal terjadi
apabila konsumen diperlihatkan kepada bermacam bentuk produk di rak yang sama.
Dengan harga produk pengganti yang lebih murah daripada produk daging,
meletakkan saling berdampingan akan dapat meningkatkan keuntungan penjual bahan
makanan. Jika konsumen membandingkan dan menemukan bahwa produk pengganti lebih
murah daripada produk peternakan maka penempatan saling bersebelahan dapat
menolong penjual mempertahankan volume penjualan mereka di saat kondisi ekonomi
menurun.
Sumber Investasi
Sebuah
perusahaan dengan rencana yang baik untuk meningkatkan penjualan produk
pengganti daging dan susu sangat mungkin mendapatkan modal usaha yang cukup
dari para investor yang mencari peluang investasi yang dapat membantu
memperlambat perubahan iklim. Ia juga bisa mendapatkan pinjaman konsesi melalui
lembaga kredit pembangunan dan “dana iklim”. Tetapi, mungkin perlu untuk
meningkatkan kesadaran di antara para investor yang tidak akrab dengan produk
pengganti daging dan susu.
Para
investor dapat ditunjukkan bahwa adalah demi kepentingan mereka sendiri untuk
menghindari investasi baru dalam produksi daging dan susu dan sebaiknya mencari
investasi dalam produk-produk pengganti. Dibandingkan dengan proyek energi dan
transportasi, proyek produk pengganti dapat diterapkan dengan cepat, dengan
tingkat penambahan investasi yang relatif rendah, tingkat pengurangan GRK yang
lebih besar untuk jumlah investasi yang sama, dan pengembalian investasi yang
lebih cepat.
Investasi
untuk meminimalkan dan mengurangi GRK kebanyakan terfokus pada energi
terbarukan di bidang energi dan transportasi. Namun, prasarana energi
terbarukan mempunyai siklus pengembangan produk yang lama dan kompleks dan
memerlukan modal yang besar. Mengubah armada kendaraan dan pembangkit listrik
diperkirakan membutuhkan triliunan dolar dan memerlukan kemauan politik dan
konsensus yang masih harus diupayakan. Sekalipun uang dan politik bersama-sama
setuju melakukan tugas itu, solusi seperti ini diperkirakan membutuhkan waktu
lebih dari satu dekade untuk diterapkan secara penuh, saat di mana titik kritis
dari bencana iklim yang tidak bisa dipulihkan mungkin telah lama terlampaui.
Sebagian
besar bank komersial, sejumlah agen kredit ekspor, dan bahkan dana ekuitas
telah menerima Prinsip Ekuator, yaitu mereka memiliki komitmen untuk mematuhi
sekumpulan standar lingkungan dan kinerja sosial yang ketat untuk proyek
investasi di negara-negara berkembang. Jika standar-standar itu menentang
investasi dalam proyek peternakan skala besar, maka perusahaan dengan proyek
produk pengganti daging dan susu memiliki posisi yang baik untuk menarik
investasi.
Paket Manfaat
Proyek
produk pengganti daging dan susu tidak hanya akan memperlambat perubahan iklim,
tetapi juga membantu mengurangi krisis pangan global, karena dibutuhkan jauh
lebih sedikit hasil pertanian untuk menghasilkan jumlah kalori tertentu dalam
bentuk produk pengganti daripada produk ternak. Produk pengganti juga akan
mengurangi krisis air global karena air dalam jumlah besar yang diperlukan
untuk produksi ternak akan bisa dihentikan. Kesehatan dan gizi yang diberikan kepada
konsumen akan lebih baik daripada produk ternak. Proyek produk pengganti akan
lebih padat karya daripada proyek ternak sehingga akan menciptakan lebih banyak
lapangan pekerjaan dan pekerjaan yang butuh keterampilan. Mereka juga akan
terhindar dari praktik-praktik kerja berbahaya yang ditemukan di sektor
peternakan (tetapi tidak ada dalam produksi produk pengganti), termasuk pekerja
budak di beberapa daerah seperti kawasan hutan Amazon. Pekerja yang
menghasilkan produk ternak dapat dengan mudah dilatih kembali untuk
menghasilkan produk pengganti.
Tentu
saja, sebagian hewan ternak akan terus dikembang-biakkan, terutama jika
diperlukan dalam sistem usaha tani campuran. Mereka juga penting di
daerah-daerah di mana sektor pertenakan merupakan salah satu cara bagi penduduk
pedesaan yang kurang mampu untuk menciptakan aset dan mendapatkan penghasilan.
Akan tetapi, hal itu semakin berkurang karena adanya perkembangan dramatis
dalam penggunaan komputer, komunikasi bergerak, perbankan bergerak, kredit
mikro, dan listrik luar jaringan (off-grid electricity) pada tahun-tahun
belakangan ini, telah menciptakan banyak kesempatan baru bagi komunitas yang
kurang mampu di pedesaan.
Selama
bertahun-tahun, anjuran kepada alternatif dari produk peternakan didasarkan
atas argumen tentang gizi dan kesehatan, kasih sayang kepada hewan, dan
masalah-masalah lingkungan selain intensitas karbon. Penjelasan ini sebagian
besar telah diabaikan dan konsumsi produk ternak di seluruh dunia telah
meningkat, menyebabkan sebagian orang percaya bahwa anjuran semacam itu mungkin
tidak akan pernah berhasil. Bahkan mendesak pemerintah untuk mengharuskan
pengurangan produksi ternak atas dasar perubahan iklim mungkin tidak efektif
karena industri makanan mempunyai kemampuan lobi yang kuat. Tetapi, bila bisnis
produk pengganti daging dan susu jelas, maka mereka yang biasa melobi
pemerintah dapat langsung menarik perhatian pemimpin di bidang industri
makanan, yang mungkin akan menyambut mereka sebagai juara. Risiko bisnis proyek
produk pengganti sama dengan sebagian besar proyek pabrikan makanan lainnya,
tapi risiko akan dikurangi oleh fakta bahwa sebagian besar prasarana yang
diperlukan (seperti untuk penanaman dan pengolahan biji-bijian) sudah ada.
Perubahan
kuncinya adalah pengurangan produk peternakan secara signifikan. Pertumbuhan
yang dipacu industri atau permintaan telah berhasil dalam industri lain,
seperti industri komputer dan ponsel, yang berarti bahwa produk pengganti
daging dan susu juga dapat meraih sukses. Pada umumnya, industri makanan di
seluruh dunia memiliki kapasitas pemasaran yang sangat canggih, menjadikan
pertumbuhan yang tinggi dari pemasaran produk makanan baru praktis adalah hal
yang wajar – bahkan sebelum seseorang mempertimbangkan keuntungan esktra yang
bisa diraih dari manfaat memperlambat perubahan iklim.
Risiko
bisnis seperti biasanya mengungguli risiko perubahan. Pertimbangan untuk
perubahan tidak lagi hanya sebuah kebijakan publik atau masalah etis, tetapi
sekarang juga menjadi pertimbangan bisnis. Kami yakin bahwa membalik perubahan
iklim dengan cepat adalah pertimbangan bisnis terbaik bagi semua industri.
Robert Goodland
pensiun sebagai penasihat utama lingkungan Kelompok Bank Dunia (World Bank
Group) setelah melayani di sana selama 23 tahun. Pada tahun 2008, dia dianugerahi
Medali Coolidge Memorial yang pertama oleh IUCN atas sumbangannya yang besar
terhadap pelestarian lingkungan. Jeff Anhang adalah petugas riset dan
spesialis lingkungan di Perusahaan Keuangan Internasional Kelompok Bank Dunia,
yang menyediakan pembiayaan sektor swasta dan saran di negara-negara
berkembang.
Untuk informasi lebih
banyak mengenai masalah yang diangkat dalam artikel ini, kunjungi : www.worldwatch.org/ww/livestock
Tidak ada komentar:
Posting Komentar